Pages

Senin, 20 Januari 2014

Strategi Pembelajaran Aktif



Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategia” yang berarti seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Dalam pengertian umum strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau mencapai tujuan[1]. Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu menggunakan kekuatan (ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam konteks pengajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna[2].
Guru dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pembelajaran sedemikian rupa, sehingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pembelajaran dimaksud. Strategi berarti pilihan pola kegiatan belajar-mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif.
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang dipilih dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran[3].
Pembelajaran aktif adalah belajar yang memperbanyak aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber, untuk dibahas dalam proses pembelajaran dalam kelas, sehingga memperoleh berbagai pengalaman yang tidak saja menambah pengetahuan, tapi juga kemampuan analisis dan sintesis.
Menurut Hamdani, strategi pembelajaran aktif adalah salah satu cara atau strategi belajar-mengajar yang menuntut keaktifan serta partisipasi siswa dalam setiap kegiatan belajar seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efesien.[4]
Dalam pembelajaran aktif, potensi yang ada pada setiap peserta didik dilatih dan dikembangkan. Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik di mana peserta didik dituntut untuk terlibat baik fisik dan psikis untuk mengoptimalkan pengembangan potensinya.
Belajar aktif menuntut peserta didik untuk bersemangat, gesit, menyenangkan, dan penuh gairah, bahkan peserta didik sering meninggalkan tempat duduk untuk bergerak leluasa dan berfikir keras. Selama proses belajar peserta didik dapat beraktivitas, bergerak dan melakukan sesuatu dengan aktif.
Keaktifan peserta didik tidak hanya keaktifan fisik tapi juga keaktifan mental. Belajar aktif sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang bermuara pada belajar mandiri, maka kegiatan belajar mengajar yang dirancang harus mampu melibatkan peserta didik secara aktif. Peserta didik dan guru dalam belajar aktif sama berperan untuk menciptakan suatu pengalaman belajar yang bermakna.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian peserta didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio menunjukkan bahwa peserta didik dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian McKeachie pada tahun 1986 menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian peserta didik dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir[5]. Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan peserta didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham[6]
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman kemudian memodifikasi dan diperluas menjadi apa yang ia sebut paham belajar aktif. Menurutnya:
                  Apa yang saya dengar, saya lupa.
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit.
Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan, saya mulai paham.
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai[7]. 

Pernyataan Mel Silberman tersebut tidak dapat dibantah karena memang dalam realitas diketahui bahwa adanya perbedaan antara tingkat kecepatan berbicara guru dan tingkat kecepatan kemampuan peserta didik mendengarkan.

Guru dan Perannya dalam Pembelajaran



Dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud dan kepala BKAN Nomor 57686/MPK/1989 dinyatakan lebih spesifik bahwa:
Guru ialah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah (termasuk hak yang melekat dalam jabatannya)”.[1]

Dalam SE tersebut dijelaskan bahwa seorang guru memiliki tugas, wewenang, tanggung jawab, dan hak yang melekat didalamnya untuk melaksanakan pendidikan di sekolah. Pengertian pendidikan tersebut pada akhirnya juga akan menyangkut semua aspek kecerdasan sebagaimana telah dijelaskan dalam pengertian menurut pengertian etimologis.
Sedangkan dari kata mengajar dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam arti, misalnya:
a)      Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif).
b)      Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotor).
c)      Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).
Terlepas dari keragaman pengertian di atas, guru yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah tenaga pendidik profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Guru sebagai seorang pendidik ataupun guru mempunyai pengaruh penting dalam kesuksesan setiap usaha pendidikan. Oleh karena itu pada setiap perbincangan mengenai perubahan kurikulum, pengadaan alat-alat pengajaran sampai pada tujuan pengajaran pasti bermuara pada guru. Dengan demikian dapat disimpulkan betapa pentingnya posisi guru didunia pendidikan.
Guru adalah komponen yang penting dalam pendidikan, yakni orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan peserta didik, bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam rangka membina peserta didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi nusa dan bangsa dimasa yang akan datang.
Guru yang baik adalah guru yang memiiki karakteristik kepribadian. Dalam arti sederhana, kepribadian ini bersifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Kepribadian yang dimiliki oleh seorang guru adalah penting peranannya bagi kesuksesan proses pembelajaran, karena disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan peserta didik.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam profesinya adalah meliputi:
a)      Fleksibilitas Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel biasanya ditandai dengan keterbukaan berfikir dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selain juga memiliki daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang terlampau dini dalam pengamatan dan pengenalan.
Dalam mengamati dan mengenali sesuatu, guru yang fleksibel harus selalu berfikir kritis dengan penuh pertimbangan yang dilakukan dengan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau untuk mengingkari sesuatu.
b)      Keterbukaan Psikologis
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain peserta didik, teman sejawat dan lingkungan pendidikan tempat bekerja. Guru yang terbuka seperti ini biasanya mampu menerima kritikan dan saran dengan ikhlas. Selain itu guru yang seperti ini juga memiliki rasa empati yang tinggi, yakni respon afektif terhadap pengalaman-pengalaman emosional dan perasaan tertentu terhadap orang lain
Pada asasnya, fungsi atau peranan penting guru dalam proses belajar-mengajar di sekolah adalah sebagai direktur belajar. Artinya setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar peserta didik agar mencapai keberhasilan belajar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan proses belajar-mengajar.
Guru memiliki peran penting dalam pembelajaran. Di antara peran guru tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Membuat desain pembelajaran tertulis, lengkap, dan menyeluruh.
b)      Meningkatkan diri untuk menjadi seorang guru yang berkepribadian utuh.
c)      Bertindak sebagai guru yang mendidik.
d)     Meningkatkan profesionalitas keguruan.
e)      Melakukan pembelajaran sesuai dengan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik, bahan ajar, dan kondisi sekolah setempat. Penyesuaian tersebut dilakukan untuk meningkatkan mutu belajar.
f)       Dalam berhadapan dengan peserta didik, guru berperan sebagai fasilitas belajar, pembimbing belajar dan pemberi balikan belajar.
Dengan adanya peran-peran tersebut, maka sebagai pembelajar, guru adalah pembelajar sepanjang hayat.[2]


[1] Suparlan, Menjadi Guru Efektif, (Yogyakarta: Hikayat, 2005), h. 15
[2]Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2006). Hal. 37.